Ketentuan mengenai Honorarium Advokat
diatur dalam pasal 21 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang menyatakan:
Pasal 21
(1) Advokat berhak menerima Honorarium atas Jasa Hukum yang telah diberikan kepada Kliennya.
(2) Besarnya Honorarium atas Jasa Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.
Apa yang dimaksud dengan pembayaran “secara
wajar” adalah dengan memperhatikan risiko, waktu, kemampuan, dan
kepentingan klien. Dengan demikian, Undang-undang tidak mengatur mengenai standar berapa dan seperti apa honorarium Advokat. namun demikian, pasal 4 huruf e Kode etik Advokat Indonesia memberi sedikit memberi batasan mengenai biaya-biaya tersebut. Adapun pasal pasal 4 huruf e menyatakan:
"Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu"
Biaya-biaya yang tidak perlu tersebut dalam praktek misalnya biaya undertable (suap), entertain bagi para penegak hukum lainnya, ongkos liburan Advokat dan biaya-biaya lainnya yang dilarang oleh undang-undang, kesusilaan serta biaya yang tidak ada hubungannya dengan penanganan perkara.
Biaya jasa Advokat ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Advokat dengan pengguna jasa Advokat/ klien. Dalam praktek mengenai besarnya jasa Advokat
didasarkan kepada beberapa hal, antara lain :
- Popularitas dan atau senioritas Advokat .
- Nilai objek perkara yang akan ditangani.
- Tingkat kesulitan dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan perkara tersebut.
- Status sosial atau kemampuan ekonomi klien.
- Lokasi perkara yang ditangani.
Jasa hukum tersebut dalam praktek setidaknya dibayarkan dengan ada 5 (lima) kriteria dan metode pembayaranyaitu:
1. Pembayaran borongan/lump sum.
Pembayaran Jasa Hukum Advokat secara total ditentukan
besarnya hingga perkara tersebut tuntas ditangani, di luar success fee. Kalah atau menang dalam menangani suatu perkara, si
Advokat tetap menerima fee sebesar yang telah diperjanjikan. Biasanya pembayaran dilakukan dalam berbagai termin. Pada saat penandatangan Surat Kuasa biasanya klien harus melakukan pembayaran sekitar 30% hingga 50% dari total pembayaran. Selanjutnya pembayaran akan disesuaikan dengan porsi pekerjaan yang sudah dilakukan. Pada
yang umunya pembayaran selanjutnya dilakukan antara 2 (dua) hingga 4
(empat) termin. Menjelang akhir penanganan perkara, klien harus membayar 5% hingga 10% dari sisa pembayaran yang telah disepakati.
Apabila perkara berhasil diselesaikan dan dimenangkan sesuai dengan harapan klien, maka dengan diperjanjikan terlebih dahulu, Advokat berhak untuk mendapatkan uang kemenangan (success fee) selain biaya
jasa pengacaranya tersebut.
2. Pembayaran berdasarkan porsi
(Contingent Fees)
Sistem pembayaran ini, Advokat hanya dapat menerima honorarium dari bagian dari
hasil yang diperoleh dari klien yang dimenangkan dalam suatu sengketa
hukum. Artinya Advokat hanya akan menerima bagian jika ia
berhasil memenangkan perkara tersebut. Jika tidak
berhasil, maka dia tidak akan mendapat honorarium atau hanya akan menerima penggantian untuk biaya
operasianal yang telah dikeluarkannya.
Pembayaran berdasarkan porsi
tidak lazim dilakukan, kecuali jia Advokat menangani klien yang kurang mampu membiayai perkaranya. Biasanya Advokat akan mendapat poris honorarium yang agak besar yaitu 40% - 70% dari total objek perkara. pembayaran model seperti ini biasanya diterapkan dalam perkara Littigasi, dan ADR.
3. Pembayaran perjam /Hourly Rate
Pembayaran seperti ini biasanya dilakukan terbatas pada jasa konsultasi dan legal drafting. Setiap waktu yang digunakan Advokat untuk kepentingan kliennya termasuk dalam jasa
telepon serta dan hal-hal lain seperti drafting surat-surat hukum termasuk dalam perhitungan “Jam“ jasa yang harus
dibayarkan.
Jadi jika Advokat menyatakan menerapkan sistem ini, maka calon Klien
seyogyanya menanyakan berapa tarif per jam si Pengacara dan waktu
minimum pemakaian jasanya. Biasanya Advokat menggunakan
waktu minimum untuk pemakaian jasanya selama 15 (lima belas) menit. Di kota-kota besar biasanya tarif per jamnya ditentukan dengan standard
US$, yang saat ini di Jakarta rata-rata berkisar antara US$ 250 hingga
US$ 600 per jam untuk seorang Advokat/Pengacara senior dan terkenal, dan
antara US$ 75 hingga US$ 250 per jam untuk seorang Pengacara junior dan
menengah.
Metode ini tidak cocok untuk perkara litigasi atau penanganan perkara yang membutuhkan waktu yang lama.
4. Pembayaran tetap (Fixed Rate);
Pembayaran model ini biasanya diterapkan dalam menangani suatu tugas atau proyek dan tidak
sesuai dengan pelayanan jasa dalam lingkup litigasi. Contohnya suatu perusahaan akan melakukan legal audit dalamrangka rencana akuisisi perusahaan lain.
5.Pembayaran berkala (Retainer)
Pembayaran berkala dalam bahasa kantor kami sering disebut sebagai pembayaran "langganan jasa hukum". Advokat menerima pembayaran per triwulan, semester atau tahunan atas jasa hukum berupa konsultasi hukum. Sistem ini kami anggap merupakan pembayaran yang menguntungkan bagi
klien, lebih
mudah, efektif dan effisien. Kantor kami biasanya menerapkan sistem ini terhadap Perusahaan yang membutuhkan jasa hukum secara berkala.
Jika Advokat harus menangani persoalan hukum yang harus diselesaikan melalui persidangan, maka ada beberapa komponen biaya lainnya yang harus dipenuhi klien. komponen
biaya lain tersebut biasanya sebagai berikut:
1.biaya jasa berperkara.
2.biaya transport.
3.biaya akomodasi.
4.biaya perkara (panjar perkara, legalisasi bukti-bukti dll).
6.biaya kemenangan perkara (success fee) yang besarnya antara 5-20 persen.
Demikian gambaran singkat mengenai deskripsi biaya jasa hukum seorang Advokat. Ingat, keunikan jasa hukum dibandingkan dengan jasa lainnya adalah didasarkan pada perkenalan, kedekatan dan kepercayaan/trust antara Advokat dengan kliennya. Semoga deskripsi singkat ini dapat membantu Anda yang akan menggunakan jasa hukum Advokat.
Salam.